APA ITU INSULIN? Insulin adalah hormon yang membantu tubuh Anda menggunakan glukosa untuk energi. Kapan Anda makan, tubuh Anda memecah makanan menjadi glukosa dan mengirimkannya ke dalam darah. Kemudian, insulin membantu memindahkan glukosa dari darah …
Hipoglikemia adalah keadaan dimana menurunnya kadar glukosa dalam darah sampai pada tingkat tertentu sehingga memberikan keluhan dan gejala. Hipoglikemia ini bisa dibagi menjadi dua klasifikasi yakni ringan dan berat. Pasien dikatakan hipoglikemia ringan jika pasien …
Pembengkakan pada tubuh biasa disebut dengan edema. Edema merupakan suatu kondisi di mana adanya kelebihan cairan di dalam jaringan tubuh. Kondisi edema ini terjadi ketika terjadi ketidakseimbangan antara keluar masuknya cairan dari intraseluler menuju ekstraseluler …
Lebaran sebentar lagi. Lebaran identik dengan makanan berlemak dan bersantan. Lalu bagaimana menyikapinya?Apakah pasien dengan penyakit jantung koroner hanya boleh makan rebus-rebusan saja?Mari simak tips berikut ini: Kurangi santan/ ganti santan Santan mengandung lemak jenuh, …
Pandemi COVID-19 disebabkan oleh virus SARS CoV-2 masih ada di Indonesia. Saat ini jumlah pasien terkonfirmasi sebanyak 1.662.868 orang, dan yang meninggal sebanyak 45.334 orang. Komplikasi trombotik pada pasien yang didiagnosis dengan penyakit coronavirus 2019 …
Insulin adalah hormon yang membantu
tubuh Anda menggunakan glukosa untuk energi. Kapan
Anda makan, tubuh Anda memecah
makanan menjadi glukosa dan mengirimkannya ke dalam darah. Kemudian, insulin
membantu memindahkan glukosa dari darah ke dalam sel Anda.
MENGAPA ORANG MEMAKAI INSULIN?
Insulin digunakan pada
keadaan:
HbA1C saat diperiksa ≥ 7.5% dan sudah menggunakan satu atau obat
antidiabetes
HbA1C
saat diperiksa > 9%
Penurunan
berat badan yang cepat
Hiperglikemia
yang berat yang disertai ketosis
Krisis
hiperglikemia
Gagal
dengan kombinasi OHO dosis maksimal
Stres
berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, dan stroke)
Kehamilan
dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan
makan
Gangguan
fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi
dan atau alergi terhadap OHO
Kondisi
perioperative sesuai dengan indikasi
APA SAJA JENIS-JENIS INSULIN?
Insulin terbagi menjadi
insulin basal dan insulin prandial. Insulin basal merupakan insulin kerja menengah
atau panjang. Sedangkan insulin prandial merupakan insulin yang short acting
(kerja cepat). Ada juga insulin premix yang merupakan gabungan dari keduanya.
BAGAIMANA CARA MENGGUNAKAN INSULIN?
Referensi
PERKENI. Pedoman Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia. PB PERKENI; 2019.
Hipoglikemia
adalah keadaan dimana menurunnya kadar glukosa dalam darah sampai pada tingkat
tertentu sehingga memberikan keluhan dan gejala. Hipoglikemia ini bisa dibagi
menjadi dua klasifikasi yakni ringan dan berat. Pasien dikatakan hipoglikemia
ringan jika pasien tidak membutuhkan bantuan orang lain untuk pemberian glukosa
per oral, sedangkan dikatakan hipoglikemia berat jika keadaan yang sebaliknya.
Bagaimana
cara kita mendiagnosis hipoglikemia?
Ada
tanda dan gejala khas pada orang dengan hipoglikemia yang disebut trias
whipple. Trias Whipple terdiri dari:
Adanya gejala klinis hipoglikemia
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
Kadar glukosa plasma rendah pada
saar bersamaan (ditentukan oleh pemeriksaan penunjang/laboratorium
Keadaan klinis segera membaik
setelah kadar glukosa plasma menjadi normal setelah diberi pengobatan dengan
pemberian glukosa
Bagaimana
manajamen hipoglikemia?
Penatalaksanaan
hipoglikemia yang paling sederhana yang Anda dapat lakukan di rumah ialah
menggunakan larutan glukosa murni 20-30 gram.
Beberapa
pilihan lainnya yaitu:
2-3 sendok teh gula atau madu
175 ml jus jeruk
>200ml susu
Jika
tidak ada pilihan tersebut, dalam keadaan darurat bisa menggunakan minuman
manis lainnya lalu dilakukan pengecekan gula darah secara berkala dan kemudian
pasien dibawa ke RS.
Jika pasien tidak sadar, harus segera dibawa ke UGD RS terdekat.
Referensi:
Manaf A. Hipoglikemi: Pendekatan Klinis dan Penatalaksanaan. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. 2014. p. 2355–8. 11.
PERKENI. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia. PB PERKENI; 2019.
Pembengkakan pada tubuh biasa
disebut dengan edema. Edema merupakan suatu kondisi di mana adanya
kelebihan cairan di dalam jaringan tubuh.
Kondisi edema ini terjadi ketika terjadi
ketidakseimbangan antara keluar masuknya cairan dari intraseluler
menuju ekstraseluler ataupun sebaliknya.
Apa saja yang menyebabkan edema?
Berikut beberapa hal yang bisa
menyebabkan edema:
Peningkatanan tekanan hidrostatik
kapiler
Biasanya terjadi pada gagal ginjal,
gagal jantung, dan penyumbatan pembuluh darah vena.
Peningkatan permeabilitas kapiler
Hal ini ditemukan pada reaksi imun,
toksin, infeksi bakteri, defisiensi vitamin c, dan luka bakar.
Penurunan protein plasma
Terdapat pada penyakit sindroma
nefrotik, sirosis hepatis,dan malnutrisi protein.
Obstruksi limfatik
Biasanya terjadi pada penyakit kaki
gajah (filariasis), kanker dan kelainan kongenital)
Bagaimana penanganannya?
Penanganan bengkak pada tubuh atau ekstremitas tentu sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Oleh karena itu diperlukan anamnesis yang tajam, pemeriksaan fisik untuk melihat apakah edema termasuk pitting atau non pitting, dan pemeriksaan penunjang lebih lanjut seperi pemeriksaan darah lengkap, kemudian usg doopler untuk mengetahui apakah terdapat insufisiensi vena.
Referensi
Sudoyo A, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing;
2014. 1–4293.
Lebaran
sebentar lagi. Lebaran identik dengan makanan berlemak dan bersantan. Lalu
bagaimana menyikapinya?Apakah pasien dengan penyakit jantung koroner hanya
boleh makan rebus-rebusan saja?Mari simak tips berikut ini:
Kurangi santan/ ganti santan
Santan mengandung lemak
jenuh, sehingga total konsumsinya tidak boleh melebihi 10% dari total kebutuhan
lemak. Pengganti santan yang dapat digunakan antara lain krim rendah lemak.
Makan dengan porsi kecil
Makan dengan porsi kecil
membuat kita mengetahui kapan sinyal rasa kenyang datang. Selain itu, porsi
kecil yang dimaksud dimaksudkan untuk rendang daging, sate, dan opor ayam. Penderita
penyakit jantung koroner bukan berarti dilarang untuk memakan semua yang
disajikan saat lebaran, tetapi hanya boleh mengambilnya dalam porsi kecil saja.
Makan buah dan sayur tinggi serat
Buah dan sayur yang
tinggi serat dan vitamin baik bagi kesehatan jantung. Buah bisa dimakan
langsung atau dijadikan jus namun sebaiknya tidak dimakan dalam bentuk puding
atau makanan penutup lainnya karena kadar vitaminnya akan berbeda.
Hidangkan sajian daging dengan lemak
rendah
Sajian daging dengan
lemak rendah disini yang dimaksudkan yakni bagian daging khas dalam.
Hindari kue-kue kering tinggi gula
dan kalori
Kue kering sajian lebaran memang
sangat nikmat tapi hati-hati ya karena sangat tinggi gula dan kalori. Satu buah
kue nastar memiliki kalori sekitar 75kkal, putri salju 60 kkal, dan kastangel
21 kkal.
Sekali lagi,
sebagai penderita penyakit jantung koroner anda tetap harus menjaga gizi pada
makanan anda dengan diet seimbang, selain itu olahraga teratur dan minum
obat-obatan sesuai jadwal agar anda terhindar dari serangan jantung mendadak.
Selamat Idul
Fitri 1442 H, Mohon maaf lahir dan batin
Pandemi
COVID-19 disebabkan oleh virus SARS CoV-2 masih ada di Indonesia. Saat ini
jumlah pasien terkonfirmasi sebanyak 1.662.868 orang, dan yang meninggal
sebanyak 45.334 orang. Komplikasi trombotik pada pasien yang didiagnosis dengan
penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) muncul sebagai gejala sisa penting yang
berkontribusi pada morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Salah satu
komplikasi tersebut adalah emboli pulmo. Emboli pulmo adalah penyumbatan di
salah satu arteri pulmonalis di paru-paru Anda.pada bulan maei 2020, menurut
studi di Jerman, terdapat pasien COVID-19 yang mengalami emboli pulmo yang terdiagnosis
emboli pulmo setelah 11 hari perawatan. Faktor risiko emboli pulmo pada pasien
COVID-19 adalah obesitas, peningkatan d-dimer, dan peningkatan level protein-c
reaktif. Faktor lainnya seperti jenis kelamin laki-laki, riwayat stroke,
riwayat fibrilasi atrium,dan adanya nyeri dada dan sesak nafas juga memperbesar
risiko mengalami emboli pulmo. Faktor protektif emboli pulmo adalah terapi
antikoagulan sebelum masuk ruang perawatan/ sesaat setelah masuk ruang
perawatan.
Bagaimana
mekanisme emboli pulmo pada pasien COVID-19 ?
Status
hiperkoagulasi pada COVID-19
Status hiperkoagulasi pada
COVID-19 termausk pengingkatan level d-dimer, fubriniogen, produk degradasi
fibrinogen,pt, inr, tt terdapat pada pasien COVID-19. Abnormalitas ini
berhubungan dengan buruknya prognosis pada pasien COVID-19. Tingkat d-dimer
yang tinggi pada pasien COVID-19 tidak hanya membuat inflamasi sistemik
sekunder tetapi
juga mencerminkan penyakit
trombotik yang sebenarnya, mungkin diinduksi oleh aktivasi seluler yang dipicu
oleh virus.
Fenotipe
dan kemungkinan mekanisme patofisiologis
Setidaknya dua fenotipe utama
pasien COVID-19 dengan cedera paru trombotik dapat diidentifikasi: pasien dipengaruhi
oleh VTE “biasa” dan pasien yang menunjukkan mikrotrombosis paru
(PMT). Pembentukan trombus di mikrovaskulatur dapat menjadi bagian dari upaya
fisiologis untuk membatasi viral load. Memang, invasi virus menyebabkan
radang paru-paru yang intens
yang pada gilirannya memicu aktivasi lokal hemostasis didorong oleh interaksi antara
trombosit dan endotel. kemungkinan landasan pembentukan mikrotrombi selama
COVID-19 terkait dengan disfungsi sel endotel.
Peran
endhotelial injury
Sel endotel mewakili hampir sepertiga dari sel di unit broncho-alveolar. Disfungsi endotel mengacu pada kondisi sistemik di mana endotel kehilangan beberapa sifat fisiologisnya seperti meningkatkan vasodilatasi, fibrinolisis, dan anti-agregasi. Kondisi ini dapat dipicu pada pasien COVID-19 melalui faktor umum dan faktor yang terkait virus. Faktor terkait virus juga dapat menyebabkan kerusakan endotel melalui penetrasi virus langsung dalam sel endotel, efek sitokin pada endotel, dan pelepasan faktor von Willebrand oleh sel endotel. Kerusakan endotel dan PMT dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan antara ADAMTS-13 yang tidak mencukupi (disintegrin dan metaloproteinase dengan motif trombospondin tipe 1, anggota 13) dan eksositosis berlebihan dari multimer faktor von Willebrand ultra besar (ULVWF ) dari badan Weibel-Palade muncul di sel endotel. ULVWF berlabuh ke permukaan endotel dan dapat merekrut trombosit yang menginduksi mikrotrombogenesis.
Referensi
https://kawalcovid19.id/
Poyiadji
N, Cormier P, Patel PY, Hadied MO, Bhargava P, Khanna K, Nadig J, Keimig T,
Spizarny D, Reeser N, Klochko C, Peterson EL, Song T. Acute Pulmonary Embolism
and COVID-19. Radiology. 2020 Dec;297(3):E335-E338. doi:
10.1148/radiol.2020201955. Epub 2020 May 14. PMID: 32407256; PMCID: PMC7706099.
Poyiadji et al. Acute
Pulmonary Embolism and COVID-19. Journal of Radiology. 2020. 297:E335–E338.
Fauvel
C, Weizman O, Trimaille A, Mika D, Pommier T, Pace N, Douair A, Barbin E, Fraix
A, Bouchot O, Benmansour O, Godeau G, Mecheri Y, Lebourdon R, Yvorel C, Massin
M, Leblon T, Chabbi C, Cugney E, Benabou L, Aubry M, Chan C, Boufoula I,
Barnaud C, Bothorel L, Duceau B, Sutter W, Waldmann V, Bonnet G, Cohen A, Pezel
T; Critical Covid-19 France Investigators. Pulmonary embolism in COVID-19
patients: a French multicentre cohort study. Eur Heart J. 2020 Jul
1;41(32):3058-3068. doi: 10.1093/eurheartj/ehaa500. PMID: 32656565; PMCID:
PMC7528952.
Sakr,
Y., Giovini, M., Leone, M. et al. Pulmonary embolism in
patients with coronavirus disease-2019 (COVID-19) pneumonia: a narrative
review. Ann. Intensive Care10, 124 (2020).
https://doi.org/10.1186/s13613-020-00741-0
COVID-19
merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-COV 2. Di Indonesia, sampai
saat ini jumlah kasus terkonfirmasi 1.599.763 orang dan yang meninggal
berjumlah 43.328 . Pandemi COVID-19 telah menginfeksi lebih dari 11 juta orang
di seluruh dunia dan berhubungan signifikan dengan manifestasi kardiovaskular,
terutama pada pasien yang sudah mempunyai komorbiditas dan pada pasien dengan
faktor risiko kardiovaskular. Iskemia tungkai akut / Acute Limb Ischemia (ALI)
merupakan kegawatdaruratan vaskular. Etiologi dari ALI dapat menjadi
multifaktorial dengan oklusi trombotik pada keadaan dimana sebelumnya
berhubungan deangan penyakit arteri aterosklerotik.
Mekanisme
SARS-CoV-2 menyebabkan penyakit sistemik diduga melalu reseptor
angiotensin-coverting enzyme 2(ACE-2). Protein SARS-CoV-2 menginfeksi sel
manusia melalui reseptor ACE-2, yang diekspresikan dalam berbagai derajat di
sel epitel alveolar, sel endotel arteri , sel epitel usus, jaringan kekebalan,
dan berbagai sel lainnya. SARS-CoV-2 secara langsung menyerang sel endotel
vaskular dan mengaktifkan kaskade koagulasi setelah menyebabkan endothelial
injury. Gangguan patologis ini menghasilkan pelepasan sitokin yang
berlebihan dan badai sitokin dari pengaktifan faktor koagulasi yang meluas
sementara menghambat fibrinolisis yang menyebabkan trombosis ekstensif. IL-6
merupakan faktor kunci pada SARS-CoV-2 akan menginduksi badai sitokin. Ketika
IL-6 dapat merangsang liver untuk mensintesis fibrinogen dan trombopoietin,
IL-6 juga meningkatkan ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular untuk
mengganggu stabilitas penghalang vaskular dan merangsang monosit untuk
mengekspresikan lebih banyak faktor jaringan, sehingga mengaktifkan jalur
ekstrinsik koagulasi. Kelainan koagulasi ini bersama dengan peningkatan D-dimer
kemungkinan merupakan indikator untuk mortalitas yang lebih tinggi yang menjadi
predisposisi pasien terhadap berbagai kejadian iskemik dan trombotik.
Studi
yang dilakukan Bellosta menggambarkan 20 pasien (18 laki-laki) dengan ALI
terkait COVID-19 selama 3 bulan. Tujuh belas pasien menjalani perawatan
revaskularisasi yang berhasil hanya 12 (70,6%). Penulis berpendapat bahwa
tingkat keberhasilan yang lebih rendah dari perkiraan ini disebabkan oleh
keadaan hiperkoagulasi terkait COVID-19. Studi Perini et al menyebutkan bahwa melaporkan
4 pasien dengan ALI yang disebabkan oleh COVID-19. Dua dari pasien mereka tidak
memiliki komorbiditas, relatif muda, dan menerima dosis profilaksis dari LMWH.
Jadi, infeksi COVID-19 dikaitkan dengan peningkatan kejadian tromboemboli, termasuk ALI. Bahkan pasien muda dan sehat dapat terkena ALI meskipun telah menggunakan antikoagulasi profilaksis. Penatalaksanaan ALI pada pasien COVID-19 mungkin lebih sulit dari yang diharapkan, karena keadaan hiperkoagulasi. Pasien mungkin mendapat manfaat dari administrasi UFH pasca operasi yang berkepanjangan.
Berikut adalah dokumentasi pasien saya, pasien COVID-19 dengan ALI yang saya lakukan tindakan revaskularisasi.
Moriarty
PM, Gorby LK, Stroes ES, Kastelein JP, Davidson M, Tsimikas S. Lipoprotein(a)
and Its Potential Association with Thrombosis and Inflammation in COVID-19: a
Testable Hypothesis. Curr Atheroscler Rep. 2020 Jul 25;22(9):48. doi:
10.1007/s11883-020-00867-3. PMID: 32710255; PMCID: PMC7381416.
Bellosta
R, Luzzani L, Natalini G, Pegorer MA, Attisani L, Cossu LG, Ferrandina C,
Fossati A, Conti E, Bush RL, Piffaretti G. Acute limb ischemia in patients with
COVID-19 pneumonia. J Vasc Surg. 2020 Dec;72(6):1864-1872. doi:
10.1016/j.jvs.2020.04.483. Epub 2020 Apr 29. PMID: 32360679; PMCID: PMC7188654.
Anwar S, Acharya S, Shabih S, Khabut A. Acute Limb Ischemia in COVID-19
Disease: A Mysterious Coagulopathy. Cureus 12(7): e9167. DOI
10.7759/cureus.9167
Topcu
AC, Ariturk C, Yilmaz E. Acute limb ischemia in a COVID-19 patient. Thrombosis
Update. 2021;2:100031. doi:10.1016/j.tru.2020.100031
Coronavirus
disease 2019 (COVID-19) merupakan pandemi global. COVID-19 adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus SARS CoV-2. Virus ini bertransmisi via aerosol atau
kontak fisik dengan kontaminasi droplet.Penyakit ini ditemukan di Indonesia
pada awal tahun 2020. Sampai saat ini di Indonesia sudah 40.858 jiwa yang
meninggal akibat COVID-19. Penyakit kardiovaskular adalah komorbid yang sering
pada pasien-pasien COVID-19. Pada studi kohort di China dengan besar sampel 191
orang, komorbiditas ada pada 48% populasi, hipertensi pada 30%, diabetes
mellitus (DM) pada 30%, dan CVD (cardiovascular disease) sebanyak 8%.
Pada studi lainnya dengan meninjau 138 pasien yang dirawat karena COVID-19,
pasien dengan komorbid CVD sebanyak 15% (dan 25% nya harus memasuki perawatan
intensif).
Gagal
jantung adalah komplikasi yang umum terjadi pada COVID-19. Berikut mekanisme
bagaimana COVID-19 dapat menginduksi gagal jantung. Infeksi SARS-CoV2
menginduksi infiltrasi sel inflamasi yang berhubungan dengan edema. Monocyte
chemoattractant protein-1 merupakan salah satu sitokin yang meningkat secara
signifikan setelah timbulnya COVID-19 di dalam tubuh seseorang. Hal ini juga
merupakan regulator utama untuk migrasi dan infiltrasi sitem monosit/makrofag ke
lokasi infeksi SARS-CoV2 pada tubuh kita. Oleh karena itu, akumulasi makrofag
di sekitar inklusi virus dapat menyebabkan gangguan mekanis pada fungsi
jantung.Selain itu, sitokin proinflamasi lainnya yang berasosiasi dengan
COVID-19 adalah Interleukin 1β, regulator kunvi dari respon inflamasi,
yang mempunyai kemampuan untuk menstimulasi keluarnya sitokin lainnya seperti
IL-17, IL-21, dan IL-22. Interleukin
1β dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α ) merupakan dua komponen yang
berkontribusi pada gejala nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dengan
menginduksi cyclooxygenase-2 pada sistem saraf. Hal ini mempunyai peranan pada
gejala sakit kepala yang hebat pada penderita COVID-19.
Sitokin-sitokin ini juga dapat mempengaruhi fungsi jantung
dengan memfasilitasi infiltrasi miokardium dengan monosit/makrofag, eutofil,
dan limfosit. Deposisi sel-sel ini di dalam miokardium dapat mengganggu fungsi
jantung yang menyebabkan gagal jantung. Pencegahan inflamasi akibat infeksi
COVID-19 dapat dilakukan dengan pengobatan menggunakan NSAID atau antibodi
monoclonal spesifik terhadap sitokin ini sehingga dapat membantu mencegah
kejadian gagal jantung.
Mekanisme lainnya adalah kejadian injury endotel dan thrombosis. Thrombus yang besar, mikroangiopati, dan gejala dari koagulasi intravaskular dismeinatadapat diobservasi pada kasus COVID-19 yang berat. Disfungsi endotel vaskuler pada pasien COVID-19 akibat koagulopati dan trombosis dapat menyebabkan infark miokard dan gagal jantung, selain hilangnya fungsi pada sistem organ lain. Laporan lainnya menunjukkan bahwa karena adanya koagulopati, injury endotel dapat mengarah pada peningkatan permeabilitas vascular dan rendahnya tingkat nitrit oxide pada lapisan internal dalam lapisan kapiler. Semua faktor ini dapat menyebabkan cedera jantung parah yang berpuncak pada gagal jantung. Beberapa laporan menunjukkan bahwa kombinasi obat trombolitik (plasminogen jaringan rekombinan) dan antiradang (tocilizumab) dapat memperbaiki tanda dan gejala COVID-19.
Gambar 1. Mekanisme Infeksi SARS CoV-2 pada miokardium.
Oleh sebab itu, kita harus tetap menjaga jarak dan
menggunakan masker saat bepergian. Pandemi ini belum berakhir. Bila Anda merasa
tidak sehat, segera konsultasikan dengan dr. Dono Antono, Sp.PD-KKV, FINASIM,
FICA.
Adeghate
EA, Eid N, Singh J. Mechanisms of COVID-19-induced heart failure: a short
review. Heart Fail Rev. 2021 Mar;26(2):363-369. doi:
10.1007/s10741-020-10037-x. Epub 2020 Nov 16. PMID: 33191474; PMCID:
PMC7666972.
Shafi
AMA, Shaikh SA, Shirke MM, Iddawela S, Harky A. Cardiac manifestations in
COVID-19 patients-A systematic review. J Card Surg. 2020 Aug;35(8):1988-2008.
doi: 10.1111/jocs.14808. Epub 2020 Jul 11. PMID: 32652713; PMCID: PMC7404674.
Virus
SARS-COV2 yang menyebabkan penyakit COVID-19 pertama kali ditemukan di Wuhan,
China. Saat ini di Indonesia terkonfirmasi positif COVID-19 sebanyak 1.455.788
orang dan total meninggal 39. 447 orang. Tahap vaksinasi sudah dijalankan oleh
pemerintah kita. Namun demikian, akhir-akhir ini kita mendengar bahwa ada
varian baru yang memasuki Indonesia.
Tingkat
akumulasi mutasi yang tinggi dalam periode waktu yang singkat telah dilaporkan
sebelumnya dalam penelitian terhadap pasien yang mengalami imunodefisiensi atau
imunosupresi yang secara kronis terinfeksi SARS-CoV-2. Varian SARS-CoV 2
B.1.1.7 berasal dari negara Inggris. Varian virus ini ditemukan pada bulan September
2020. Pada varian baru menunjukkan RNA SARS-CoV-2 yang dapat dideteksi selama
2-4 bulan atau lebih (meskipun ada juga laporan infeksi lama pada beberapa
individu yang imunokompeten). Virus ini juga menyebar lebih cepat daripada tipe
lainnya.
Varian SARS-CoV 2 B.1.1.7 diketahui meningkatkan tingkat kematian pada penderita COVID-19. Untuk gejala varian baru virus ini juga bermacam-macam, bahkan banyak yang tidak bergejala. Naming demikian, jika varian SARS-CoV 2 B.1.1.7 sampai menimbulkan gejala khas COVID-19 di tubuh penderita, maka ia akan langsung mendapatkan gejala yang berat. Pada pemeriksaan nasopharyngeal swab juga ditemuka viral load yang tinggi untuk varian ini. Vaksin yang sudah ada belum terbukti dapat menghindarkan kita dari varian baru ini. Untuk itu, kita harus tetap menggunakan masker bila keluar rumah ya!!
COVID-19 merupakan pandemi yang berasal dari
Wuhan, China yang dimulai pada tahun 2019. Di Indonesia didapatkan kasus
pertama pada 3 Maret 2020 yang menimpa dua warga di daerah Depok. Saat ini,
pandemi belum juga usai. Di Indonesia, saat ini pasien terkonfirmasi COVID-19
berjumlah 907929 orang dan yang meninggal sejumlah 25987 jiwa.
Saat ini kita sering mendengar berbagai tes untuk
COVID-19. Ada rapid tes, swab antigen, dan tes pcr. Apakah sama?Kalau berbeda
apa bedanya?Manakah yang digunakan untuk diagnosis COVID-19? Mari kita bahas
bersama
RAPID TES SEROLOGI/ RAPID TES
ANTIBODI
Pemeriksaan
serologi berguna untuk melihat respon imun terhadap virus. Pemeriksaan ini
paling murah diantara pemeriksaan yang lain. Namun, hasil
rapid test antibodi reaktif (kualitatif) tidak dapat digunakan untuk penentuan
terapi dan monitoring karena dapat bertahan berbulan-bulan
SWAB
ANTIGEN (Ag-RDT)
Baru-baru ini sering kita mendengar
mengenai swab antigen. Ag-RDT SARS-CoV-2 yang memenuhi persyaratan kinerja
minimum sensitivitas ≥80% dan spesifisitas ≥97% dibandingkan asai referensi
NAAT1 dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi SARS-CoV-2 di situasi-situasi
di mana NAAT tidak tersedia atau waktu ketersediaan hasil tidak memberikan
manfaat klinis. Untuk mengoptimalisasi kinerja, tes dengan Ag-RDT sebaiknya
dilakukan oleh operator terlatih dengan sangat mematuhi instruksi pembuat alat
tes dalam waktu 5-7 hari sejak munculnya gejala.
POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
Merupakan Gold Standard diagnosis COVID-19 sampai saat ini. Tes ini mendeteksi virus RNA pada sampel dengan metode real time Reverse Transcriptase PCR.. Monitoring viral load secara kuantitatif berkorelasi dengan progres penyakit. Akan tetapi, pemeriksaan ini paling mahal diantara ketiga pemeriksaan tersebut.
Akhir-akhir ini kita sering mendengar kedua obat ini ( remdesivir dan favipiravir ). Kedua obat ini disetujui oleh BPOM untuk salah satu opsi terapi untuk covid-19. Mari kita bahas lebih lanjut mengenai kedua obat tersebut
Remdesivir adalah obat antivirus yang
merupakan inhibitor RNA dependent. Remdesivir diidentifikasi lebih awal sebagai kandidat terapeutik yang menjanjikan untuk COVID-19 karena kemampuannya untuk menghambat SARS-CoV-2 in vitro. Diketahui pada studi sebelumnya bahwa remdesivir untuk penyakit MERS jika diberikan 12 jam setelah inokulasi dengan MERS-CoV akan mengurangi level virus pada paru-paru dan menurunkan kerusakan paru-paru. Seperti obat lainnya, remdesivir pun mempunyai efek samping. Efek samping ringan dari remdesivir berupa mual dan peningkatan enzim hati, namun efek samping berat yang dapat diakibatkan oleh obat ini berupa kejang bahkan dapat terjadi gagal ginjal akut.
Favipiravir merupakan obat dengan bioavailabilitas yang baik (sekitar 94%), dan 54% ikatan protein. Obat ini pertama kali digunakan sebagai opsi terapi COVID-19 di Wuhan lalu ke Italia dan Eropa. Favipiravir menginduksi mutagenesis letal in vitro selama infeksi virus influenza, oleh sebab itu obat ini digolongkan sebagai obat antivirus. Di China setelah penggunaan selama 7 hari, pasien COVID-19 moderate mengalami perbaikan kondisi. Namun, sampai saat ini masih diteliti lebih lanjut mengenai efisiensinya terhadap pasien pasien COVID-19. Obat ini dikontraindikasikan pada kehamilan. Hati- hati pada pasien gout dalam menggunakan obat.
Kedua obat di atas harus digunakan sesuai petunjuk dokter.
Referensi
Beigel et al. 2020. Remdesivir for the treatment of covid-19. N Engl J Med 2020; 383:1813-1826
Komentar Terbaru